TUGAS
ILMU BUDAYA DASAR
BAB
9 MANUSIA DAN HARAPAN
INDIKATOR
: PENGERTIAN HARAPAN
OLEH :
KHAIRUNNISA
IX.1
Landasan Teori
Harapan
Setiap manusia mempunyai harapan.
Manusia yang tanpa harapan berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang
akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada
ahli warisnya. Harapan bergantung paa pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup
dan kemampuan masing-masing. Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung
pada usaha orang yang mempunyai harapan. Harapan harus berdasarkan kepercayaan,
baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan yang maha
esa. Agar harapan terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Bila
dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu
muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintar. Antara harapan
dan cita-cita terdapat persamaan yaitu : keduanya menyangkut masa depan karena
belum terwujud, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan
hal yang lebih baik atau meningkat.
Menurut kodratnya manusia itu adalah
mahluk sosial. Setiap lahir ke dunia langsung disambut dalam suatu pergaulan
hidup, yakni ditengah suatu keluarga dan anggota masyarakat lainnya. Ada dua
hal yang mendorong manusia hidup dalam pergaulan manusia lain yaitu dorongan
kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
Menurut Maslow sesuai dengan kodrat
dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia mempunyai harapan. Pada
hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan manusia itu adalah :
1. kelangsugnan hidup
2. keamanan
3. hak dan kewajiban mencintai dan dicintai
4. diakui lingkungan
5. perwujudan cita-cita
XI.2 Artikel
Rabu, 27/06/2012 17:01 WIB
Ulasan Khas
Rumah Singgah Kanker, Rumah Kedua Bagi Pasien Kanker Tak Mampu
Putro Agus Harnowo - detikHealth
ilustrasi (foto: Thinkstock)
Jakarta, Sepintas, rumah berwarna krem yang terletak di dalam perkampungan
Kramat Sawah, Paseban Jakarta Pusat, ini tak jauh berbeda dari rumah-rumah
penduduk di sekitarnya. Tak banyak warga sekitar yang tahu bahwa rumah
sederhana itu adalah rumah singgah pasien kanker.
Di rumah ini, para pasien kanker yang tidak mampu dan sedang menjalani terapi boleh tinggal dan menginap sampai pengobatannya rampung.
Pengobatan kanker tidak bisa dilakukan dalam sehari semalam. Pada terapi radiasi, pasien harus mendapat terapi selama 30 - 40 hari berturut-turut. Pada pengobatan kemoterapi, pasien harus menjalani pengobatan selama 4 - 6 kali dengan rentang waktu beberapa hari. Pasien yang berasal dari luar Jakarta seringkali menemui kesulitan menemukan tempat tinggal yang murah namun layak tinggal.
Oleh karena itu, komunitas pasien dan survivor kanker yang bernama CISC (Cancer Information & Support Club) berinisiatif mendirikan rumah singgah bagi para pasien kanker yang tidak mampu. Rumah singgah ini sengaja didirikan tak jauh dari RS Cipto Mangukusumo (RSCM) agar memudahkan akses pasien untuk berobat.
Di rumah ini, para pasien kanker tidak ditinggalkan sendirian, namun ditemani seorang penjaga yang selalu siaga setiap saat. Karmin (29 tahun) adalah sang penjaga rumah sekaligus bertugas menjadi pengasuh para pasien. Ia tak bosan-bosannya menanyakan bagaimana keadaan pasien, sudah meminum obat dan susu apa belum, serta selalu mengingatkan untuk banyak makan sayur dan buah.
Sejak rumah singgah ini dibuka pada tahun 2011 lalu, Karmin mengaku betah tinggal bersama para pasien kanker. Pria asal Bekasi ini sering menjemput pasien kanker dari RSCM yang kesulitan menemukan alamat rumah singgah. Ia juga sering mengantarkan pasien ke rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Kedekatannya dengan pasien ini membuatnya tak takut dengan penyakit mematikan bernama kanker.
Selama bertugas sebagai penjaga sekaligus pengasuh pasien kanker, Karmin pernah mengalami peristiwa hebat yang tak terlupakan. Pada 3 minggu pertama ia mulai bekerja di rumah singgah ini, ia sudah harus menemui kasus pasien kanker yang mengalami pendarahan hebat.
"Waktu itu Jumat siang sekitar jam 9-an. Para pasien sudah pada ke RSCM untuk berobat. TIba-tiba saya dengar ada suara orang manggil dari salah satu kamar. Ternyata pasien yang kena kanker payudara sudah pecah kankernya dan mengeluarkan banyak darah. Saya takut mau megang, tapi kalau tidak dibawa ke RSCM nanti bisa bahaya. Akhirnya saya beranikan diri membopong ke RSCM sampai ketemu dokternya," tutur Karmin ketika berbincang dengan detikHealth, Rabu (27/6/2012).
Karmin memang selalu dituntut siap sedia jika ada pasien yang mengalami kesulitan. Akibat insiden itu, para pasien yang tinggal di rumah singgah diharuskan ditemani oleh kerabat agar dapat selalu diawasi kondisinya.
Rumah singgah ini juga menyediakan beras dan susu bagi pasien. Pasien yang tinggal hanya perlu memasak lauk dan berfokus pada pengobatannya. Apabila beras dan susu habis, tinggal menghubungi Karmin yang siap membelikan kebutuhan pokok pasien.
"Biasanya sambil masak-masak pasien pada ngobrol dan bercandaan, jadinya di sini semua pada akrab sudah seperti keluarga. Apalagi semuanya pada sakit dan jauh dari rumah," tutur Karmin.
Suasana kekeluargaan itulah yang selalu dijaga agar para pasien merasa nyaman tinggal di rumah singgah. Karmin sendiri juga memahami bahwa pasien kanker membutuhkan suasana yang kondusif dan tenang agar tidak stres dan depresi karena memikirkan penyakitnya.
Suasana serupa juga dirasakan ketika berkunjung ke rumah singgah CISC di daerah Slipi, dekat RS Dharmais. Sama seperti rumah singgah di Paseban, rumah sederhana ini tidak memasang plang yang menunjukkan bahwa tempat ini merupakan rumah singgah pasien kanker. Di sini, para pasien terlihat sangat akrab bersenda gurau dengan sang penjaga, Mbak Jum.
"Saya sangat bersukur bisa tinggal dan menjalani pengobatan di sini. Apalagi di sini kami ada orang baik yang merawat seperti Mbak Jum. Rumah ini sudah seperti rumah kedua bagi saya," kata Afit Supriadi (47 tahun) asal Batam yang menderita kanker nasofaring. Ia telah tingal di rumah singgah sejak bulan Juni 2011.
Untuk dapat tinggal di rumah singgah ini, pasien diminta membayar iuran sebesar Rp 10.000 per hari. Namun terkadang ada juga pasien yang kurang mampu sehingga digratiskan. Untuk biaya kebutuhan sehari-hari selain beras dan susu, pasien harus mengupayakan sendiri.
"Uang Rp 10.000 itu kami bebankan untuk mencegah adanya oknum yang sebenarnya mampu tetapi pura-pura tidak mampu dan tidak mau membayar. Jika ada pasien yang kurang mampu, biasanya kami persilakan juga untuk tinggal. Tapi kami periksa dulu benar-benar tidak mampu atau tidak. Jadi yang boleh tinggal adalah pasien Jamkesmas atau Jamkesda," kata Dewi Yulita, pengurus CISC yang bertanggung jawab mengelola rumah singgah di Paseban.
Saat ini CISC telah memiliki 4 rumah singgah pasien kanker di Jakarta. Kesemuanya didirikan tak jauh dari tempat pengobatan pasien kanker yang ada di Jakarta, yaitu:
1. Rumah singgah di dekat RS Dharmais. Alamat: Jl. Anggrek Neli Murni II C/41, Slipi, Jakarta Barat. Kapasitas 7 kamar.
2. Rumah singgah di dekat RSCM. Alamat: Jl. Talang Ujung no 18, RT 2/ RW 3, Kel Pegangsaan, Kec. Menteng, Jakarta Pusat. Kapasitas 10 kamar.
3. Rumah singgah di dekat RSCM. Alamat: Jl. Kramat Sawah VII RT 006/RW 07 no 3, Paseban, Kec. Senen Jakarta Pusat. kapasitas 12 kamar.
4. Rumah singgah di dekat RS Persahabatan. Alamat: Jl. Gading 1/17, Pisangan Timur, Jakarta Timur. Kapasitas 5 kamar.
Di rumah ini, para pasien kanker yang tidak mampu dan sedang menjalani terapi boleh tinggal dan menginap sampai pengobatannya rampung.
Pengobatan kanker tidak bisa dilakukan dalam sehari semalam. Pada terapi radiasi, pasien harus mendapat terapi selama 30 - 40 hari berturut-turut. Pada pengobatan kemoterapi, pasien harus menjalani pengobatan selama 4 - 6 kali dengan rentang waktu beberapa hari. Pasien yang berasal dari luar Jakarta seringkali menemui kesulitan menemukan tempat tinggal yang murah namun layak tinggal.
Oleh karena itu, komunitas pasien dan survivor kanker yang bernama CISC (Cancer Information & Support Club) berinisiatif mendirikan rumah singgah bagi para pasien kanker yang tidak mampu. Rumah singgah ini sengaja didirikan tak jauh dari RS Cipto Mangukusumo (RSCM) agar memudahkan akses pasien untuk berobat.
Di rumah ini, para pasien kanker tidak ditinggalkan sendirian, namun ditemani seorang penjaga yang selalu siaga setiap saat. Karmin (29 tahun) adalah sang penjaga rumah sekaligus bertugas menjadi pengasuh para pasien. Ia tak bosan-bosannya menanyakan bagaimana keadaan pasien, sudah meminum obat dan susu apa belum, serta selalu mengingatkan untuk banyak makan sayur dan buah.
Sejak rumah singgah ini dibuka pada tahun 2011 lalu, Karmin mengaku betah tinggal bersama para pasien kanker. Pria asal Bekasi ini sering menjemput pasien kanker dari RSCM yang kesulitan menemukan alamat rumah singgah. Ia juga sering mengantarkan pasien ke rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Kedekatannya dengan pasien ini membuatnya tak takut dengan penyakit mematikan bernama kanker.
Selama bertugas sebagai penjaga sekaligus pengasuh pasien kanker, Karmin pernah mengalami peristiwa hebat yang tak terlupakan. Pada 3 minggu pertama ia mulai bekerja di rumah singgah ini, ia sudah harus menemui kasus pasien kanker yang mengalami pendarahan hebat.
"Waktu itu Jumat siang sekitar jam 9-an. Para pasien sudah pada ke RSCM untuk berobat. TIba-tiba saya dengar ada suara orang manggil dari salah satu kamar. Ternyata pasien yang kena kanker payudara sudah pecah kankernya dan mengeluarkan banyak darah. Saya takut mau megang, tapi kalau tidak dibawa ke RSCM nanti bisa bahaya. Akhirnya saya beranikan diri membopong ke RSCM sampai ketemu dokternya," tutur Karmin ketika berbincang dengan detikHealth, Rabu (27/6/2012).
Karmin memang selalu dituntut siap sedia jika ada pasien yang mengalami kesulitan. Akibat insiden itu, para pasien yang tinggal di rumah singgah diharuskan ditemani oleh kerabat agar dapat selalu diawasi kondisinya.
Rumah singgah ini juga menyediakan beras dan susu bagi pasien. Pasien yang tinggal hanya perlu memasak lauk dan berfokus pada pengobatannya. Apabila beras dan susu habis, tinggal menghubungi Karmin yang siap membelikan kebutuhan pokok pasien.
"Biasanya sambil masak-masak pasien pada ngobrol dan bercandaan, jadinya di sini semua pada akrab sudah seperti keluarga. Apalagi semuanya pada sakit dan jauh dari rumah," tutur Karmin.
Suasana kekeluargaan itulah yang selalu dijaga agar para pasien merasa nyaman tinggal di rumah singgah. Karmin sendiri juga memahami bahwa pasien kanker membutuhkan suasana yang kondusif dan tenang agar tidak stres dan depresi karena memikirkan penyakitnya.
Suasana serupa juga dirasakan ketika berkunjung ke rumah singgah CISC di daerah Slipi, dekat RS Dharmais. Sama seperti rumah singgah di Paseban, rumah sederhana ini tidak memasang plang yang menunjukkan bahwa tempat ini merupakan rumah singgah pasien kanker. Di sini, para pasien terlihat sangat akrab bersenda gurau dengan sang penjaga, Mbak Jum.
"Saya sangat bersukur bisa tinggal dan menjalani pengobatan di sini. Apalagi di sini kami ada orang baik yang merawat seperti Mbak Jum. Rumah ini sudah seperti rumah kedua bagi saya," kata Afit Supriadi (47 tahun) asal Batam yang menderita kanker nasofaring. Ia telah tingal di rumah singgah sejak bulan Juni 2011.
Untuk dapat tinggal di rumah singgah ini, pasien diminta membayar iuran sebesar Rp 10.000 per hari. Namun terkadang ada juga pasien yang kurang mampu sehingga digratiskan. Untuk biaya kebutuhan sehari-hari selain beras dan susu, pasien harus mengupayakan sendiri.
"Uang Rp 10.000 itu kami bebankan untuk mencegah adanya oknum yang sebenarnya mampu tetapi pura-pura tidak mampu dan tidak mau membayar. Jika ada pasien yang kurang mampu, biasanya kami persilakan juga untuk tinggal. Tapi kami periksa dulu benar-benar tidak mampu atau tidak. Jadi yang boleh tinggal adalah pasien Jamkesmas atau Jamkesda," kata Dewi Yulita, pengurus CISC yang bertanggung jawab mengelola rumah singgah di Paseban.
Saat ini CISC telah memiliki 4 rumah singgah pasien kanker di Jakarta. Kesemuanya didirikan tak jauh dari tempat pengobatan pasien kanker yang ada di Jakarta, yaitu:
1. Rumah singgah di dekat RS Dharmais. Alamat: Jl. Anggrek Neli Murni II C/41, Slipi, Jakarta Barat. Kapasitas 7 kamar.
2. Rumah singgah di dekat RSCM. Alamat: Jl. Talang Ujung no 18, RT 2/ RW 3, Kel Pegangsaan, Kec. Menteng, Jakarta Pusat. Kapasitas 10 kamar.
3. Rumah singgah di dekat RSCM. Alamat: Jl. Kramat Sawah VII RT 006/RW 07 no 3, Paseban, Kec. Senen Jakarta Pusat. kapasitas 12 kamar.
4. Rumah singgah di dekat RS Persahabatan. Alamat: Jl. Gading 1/17, Pisangan Timur, Jakarta Timur. Kapasitas 5 kamar.
IX.3 Analisa
Pada artikel ini dapat kita lihat,
bahwa pasien-pasien yang tinggal di rumah singgah ini memilii harapan untuk
sembuh. Mereka yang terkena penyakit kanker berusaha sebisa mungkin agar sembuh
dari penyakitnya. Mereka juga sangat terbantu karena adanya rumah singgah ini.
Setidaknya selain berobat ke rumah sakit, ia tak perlu memikirkan biaya untuk
tempat tinggal. Rumah singgah tersebut difasilitasi makanan pokok dan penjaga
yang siap siaga. Apalagi rumah singah yang dekat dari Rumah Sakit. Hal ini
rupanya sangat membantu.
Rumah singgah ini sebaiknya lebih
diperbanyak lagi jumlahnya. Terutama di daerah rumah sakit. Agar masyarakat
dapat menjalani pengobatan tanpa perlu memikirkan tempat tinggal. Semakin sulit
jika tidak ada rumah singgah. Karena mereka tidak punya pilihan selain dirawat
dirumah sakit atau mengontrak tempat tinggal. Hal itu tentunya membuat biaya
anggaran mereka semakin tinggi saja. Dan tidak mungkin mereka lebih memilih
berhenti menjalani pegobatan karena biaya tempat tinggal yang mahal. Selain itu
diperlukan pula penjaga yang lebih banyak jumlahnya. Sehinga dapat lebih
membantu untuk para pasien jika sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan.
Bertambahnya rumah singgah harus
dibarengi pula dengan biaya pengobatan yang terjangkau, jika memungkinkan akan
lebih baik jika gratis. Penyakit kanker harus membutuhkan biaya yang besar
untuk pengobatan. Jika biaya rumah sakit untuk mereka semakin terjangkau. Saya
rasa tidak satupun dari mereka yang tidak menjalani pengobatan.
Pemerintah sebaiknya lebih
memperhatikan dan membantu agar harapan pasien-pasien tersebut dapat tercapai.
Bukan hanya penyakit kanker , tapi juga penyakit penyakit lainnya. Jadi tidak
ada isitilah “sehat hanya untuk orang kaya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar